
VIKING KSA Membiru
Riyadh - Sayang sekali, tahun ini saya tidak bisa hadir di perayaan Anniversary VIKING KSA yang ke-9, Jumat malam, 8 Agustus 2025. Tema yang mereka usung: “We will stay behind you PERSIB” terasa begitu pas untuk menggambarkan semangat mereka. Meski tak hadir secara fisik, gaungnya sudah saya rasakan sejak H-7. Reels dan status bertebaran di berbagai platform media sosial. Konten video berbasis AI membuat atmosfernya kian menggema seantero Riyadh. Di setiap grup WhatsApp, obrolan tak jauh-jauh dari acara Viking.
Viking yang saya kenal memang berbeda. Lebih solid, lebih militan, dan sedikit eksklusif. Dari perencanaan acara, terlihat jelas kerapian dan sentuhan artistiknya. Saya tidak tahu siapa tim kreatif dan desainer grafis di balik estetika mereka, tapi saya yakin sang ketua, Eka Jati Permana—yang juga Representative Bank Mandiri—punya literasi lebih soal tata kelola acara. Sebagai penggila bola, mereka memang “rada gila” seperti umumnya suporter sejati.
Viking KSA dibentuk pada 2016 sebagai salah satu paguyuban resmi di Riyadh, tercatat di KBRI, lahir dari prakarsa kolektif para perantau asal Jawa Barat untuk mendukung Persib Bandung. Apakah mereka bagian langsung dari Viking Persib Club yang berdiri di Indonesia pada 17 Juli 1993? Saya belum memastikan.
Bicara Persib, satu kata yang sakral adalah: Bobotoh. Satu kata, tapi isinya lautan manusia—dari anak SMA yang rela bolos demi nonton, sampai bapak-bapak beruban yang masih hafal nama pemain cadangan. Dari pedagang asongan di luar stadion, sampai pengusaha sukses di luar negeri—semua merasa memiliki Persib. Di tengah samudra itu ada kapal besar seperti Viking Persib Club, lalu Bomber dengan kreativitas dan warnanya, hingga Flower City Casuals yang berprofil rendah tapi solid. Ada juga pos-pos kecil berbasis daerah, serta diaspora yang tersebar di Timur Tengah, Asia, hingga Amerika. Kadang mereka hanya belasan orang, tapi ketika nobar, suasananya seperti miniatur stadion. Persib mungkin klub bola, tapi ekosistem Bobotoh lebih mirip sebuah negara kecil dengan struktur, budaya, dan warganya sendiri. Hehe .
PERSIB Bandung memang selalu bikin geger. Musim 2024/25 mereka tutup dengan kepala tegak—juara lagi. Back-to-back. Dua musim beruntun. Itu artinya koleksi trofi Liga 1 mereka sudah empat. Menyamai rekor Persipura. Tapi yang bikin cerita ini manis bukan cuma angka itu. Bojan Hodak—pelatih yang tenang tapi dingin—mengemas 64 poin dari 31 laga. Cuma kalah dua kali. Gol? 54 masuk. Kebobolan? 27 saja. Semua itu tanpa harus mendominasi bola. Seperti pemburu yang sabar, menunggu, lalu sekali tembak tepat sasaran.
Di lapangan, nama Tyronne del Pino jadi nyanyian. 14 gol. 6 assist. MVP Liga 1. Ciro Alves sibuk jadi pelayan dengan 12 assist. David da Silva dan Beckham Putra menyelipkan gol-gol penting di momen yang kadang bikin napas tertahan. Statistik bilang: tembakan mereka jarang sekali diblok. Artinya, begitu peluang datang, jarum suntik mereka menembus kulit lawan tanpa hambatan. Itulah bedanya efisien dengan sekadar rajin menyerang.
Dan kini, Persib bukan sekadar juara. Mereka mengirim pesan: konsistensi itu bisa dipelajari, tapi keberanian untuk mengubah taktik itu seni. Hodak sudah memahat namanya sebagai pelatih asing pertama yang bawa Persib juara. Dua kali lagi. Di tribun, Bobotoh bersorak, menyalakan flare, dan entah berapa juta kamera ponsel merekam sejarah. Dari Bandung, cerita ini merambat ke seluruh Indonesia—dan musim depan, mungkin akan terdengar sampai Asia.
Ket: Suasana perayaan Anniversary Viking ke-9 yang digelar di Riyadh, (Foto: Japri)
Simpul Persatuan di Riyadh
Saya pernah hadir sekali di Anniversary Viking KSA. Dari rundown yang saya lihat, acaranya mirip tahun-tahun sebelumnya, bahkan MC-nya masih Kang Didin. Hanya saja, dari beberapa video, saya tidak melihat Kang Didin “ngedalang” seperti biasanya, terutama saat drama kecil pengantar prosesi potong tumpeng.
Yang bikin saya bangga: HIMA UT Riyadh naik panggung. Mengajak WNI di Riyadh—khususnya PMI—untuk kuliah di Universitas Terbuka. Tim Sosprom dipimpin Mas Dedy. Didukung Neni, Gita, Ella, Sisi, Wulan, Risna, dan Ocha.
Mas Dedy tampil percaya diri. Membawa nama HIMA Riyadh yang peduli pada pendidikan dan upskilling. Sebuah pengingat: di balik gegap gempita sepak bola, ada ruang untuk belajar. Untuk naik kelas. Untuk membiru—bukan hanya di jersey, tapi juga di wawasan.
Ket: Dedi, mahasiswa Universitas Terbuka, memanfaatkan panggung Anniv (Foto: Japri)
Sekali lagi, di balik gegap gempita Viking KSA, ada pesan yang lebih besar: persatuan. Di Riyadh, kita tidak hanya sekadar kumpul untuk sepak bola, pengajian, atau nobar. Kita adalah satu komunitas besar: PMI. Dan di antara kita, perbedaan bendera komunitas tidak boleh jadi pembatas.
Seperti yang selalu digaungkan Atase Tenaga Kerja KBRI Riyadh, Bapak Kholid Ibrahim, mari kita jalankan gerakan MUMTAZ:
M – Melapor kedatangan pertama di KBRI.
U – Utamakan etika.
M – Menjaga nama baik bangsa.
T – Taat aturan negara setempat.
A – Aktif saling mengingatkan sesama perantau.
Z – Zero Case—jangan sampai bermasalah.
Sepak bola mengajarkan kerja sama. Kuliah mengajarkan wawasan. Dan hidup di rantau mengajarkan kita bahwa kita ini keluarga. Satu sama lain harus saling menjaga, saling menguatkan. Sebab kita semua, pada akhirnya, bermain di satu tim yang sama: Tim Indonesia di tanah orang.
Author : Ari Mustarinudin
09-08-2025 11:27 WAS