... Ket: Diambil dari Google. (Foto: dok.Internet)

SERIAL PMI (Jilid-1): Gerakan Mumtaz

Riyadh - Saya ingin mengawali tulisan sederhana ini dengan sebuah pantun yang sayangnya tidak sempat saya bacakan pada acara Sosialisasi Ketenagakerjaan oleh KBRI dan Geladi Kotor Persiapan International Migrants Day (IMD) 2024, yang berlangsung pada hari Jumat, 8 November lalu. Acara ini berlangsung dengan penuh keceriaan dan nuansa kekeluargaan, meskipun ada beberapa perubahan dalam susunan acara. IMD 2024 ini sendiri dijadwalkan akan berlangsung pada 13-20 Desember 2024:

Angin berbisik lembut sekali,
Membawa kabar dari jauh ke sini.
Terima kasih, Pak Kholid, atas undangan ini.
KBRI, ternyata benar-benar adalah pelayan PMI.

Pantun ini mungkin tidak memenuhi kaidah sastra sepenuhnya—baik dalam pola maupun iramanya. Namun, saya berharap pantun ini dapat menyampaikan rasa tulus dan kejujuran. Dua baris pertama kiranya boleh disebut sebagai sampiran, sedangkan dua baris terakhir mengandung isi yang ingin saya sampaikan. Memang belum sepenuhnya mengikuti pola yang khas seperti a-b-a-b atau a-a-a-a, dengan jumlah suku kata per baris antara 8 hingga 12.

Dengan sepenuh hati, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi kepada para pejabat KBRI yang hadir sebagai narasumber: Dr. Erianto Nazarlis, SH, MH. (Atase Hukum), Kombespol Bambang Sudharta (Atase Polisi), Bapak Mahendra (PF Konsuler/KPW), serta khususnya Bapak Kholid Ibrahim (Atase Tenaga Kerja) atas undangan Sosialisasi Ketenagakerjaan yang begitu berarti bagi para PMI.

Acara ini disajikan dengan kesederhanaan yang khas dan diselingi humor ala Pak Kholid Ibrahim, Atase Tenaga Kerja yang baru. Suasana yang tercipta sangat hangat dan bersahabat, di mana setiap peserta merasa nyaman tanpa ada jarak yang membatasi. Tidak ada formalitas kaku; semua peserta diperlakukan setara tanpa pandang bulu. Pendekatan ini bukan hanya membuat informasi lebih mudah diterima, tetapi juga menguatkan rasa kebersamaan antara PMI dan pihak KBRI, serta menegaskan bahwa KBRI hadir dengan tulus sebagai pelayan dan pendukung PMI.

Selain menjadi wahana sosialisasi oleh KBRI, acara ini juga merupakan proyek kolaborasi antara Atase Tenaga Kerja dan Panitia Penyelenggara International Migrants Day (IMD) 2024. Terdapat dua agenda dalam satu kegiatan: Sosialisasi Ketenagakerjaan dan Geladi Kotor Persiapan IMD.

Sesi pertama dipandu oleh Pak Kholid Ibrahim (Atase Tenaga Kerja), yang langsung "tancap gas" memaparkan asas-asas perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri melalui konsep “MUMTAZ.” Dengan penuh semangat, beliau menjelaskan bahwa konsep ini merupakan panduan penting bagi PMI untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan mereka selama bekerja di luar negeri.

Apa itu MUMTAZ?

  • M adalah Melapor Diri: yang berarti setiap PMI diharapkan segera melaporkan keberadaan mereka kepada KBRI atau Konsulat setempat setelah tiba di negara tujuan.
  • U adalah Utamakan Etika: yang menekankan pentingnya menjaga sikap dan perilaku yang baik serta menghormati budaya dan aturan setempat. 
  • M adalah Menjaga Dokumen Pribadi: memastikan dokumen penting seperti paspor, KTP, Iqomah, dan lainnya selalu aman dan tidak hilang.
  • T adalah Taat Aturan Negara Penempatan: yang mengingatkan PMI untuk selalu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di negara tempat mereka bekerja.  
  • A adalah Aktif: berkomunikasi dan memberikan informasi kepada KBRI atau Konsulat jika ada masalah atau kebutuhan bantuan.
  • Z untuk Zero Case: harapan agar tidak ada kasus pelanggaran atau masalah serius yang menimpa PMI selama bekerja di luar negeri.

Pak Kholid menekankan bahwa dengan menjalankan prinsip-prinsip MUMTAZ, PMI dapat bekerja dengan lebih aman, nyaman, dan produktif, sekaligus mengurangi risiko masalah yang dapat merugikan mereka. Beliau mengajak seluruh PMI untuk senantiasa berkoordinasi dengan pihak KBRI dan Konsulat serta memanfaatkan layanan dan bantuan yang tersedia demi mendukung kesejahteraan mereka.

Bahkan, Pak Kholid dengan sukarela mengajak audiens mencatat dan menyimpan nomor pribadi beliau sebagai saluran untuk menyampaikan berbagai permasalahan terkait ketenagakerjaan dan perlindungan. Sikap terbuka ini menunjukkan komitmen beliau untuk selalu hadir dan responsif terhadap kebutuhan serta permasalahan yang dihadapi para PMI, sekaligus mempererat hubungan antara KBRI dan komunitas pekerja migran.

 

Imbauan Atase Polisi

Saat tiba giliran Atase Polisi KBRI, Kombespol Bambang Sudharta, beliau menyoroti berbagai kasus pelanggaran yang sering dilakukan oleh PMI. Kurangnya pemahaman tentang peraturan hukum di negara penempatan sering kali membuat PMI terjerat masalah yang berujung pada berurusan dengan otoritas setempat. Berbagi pengalaman pribadi dalam menangani kasus-kasus ini, Kombespol Bambang menekankan betapa pentingnya pemahaman hukum untuk menghindari masalah serius di negeri orang.

Beliau menyampaikan bahwa banyak masalah yang dihadapi PMI sebenarnya dapat dihindari jika mereka lebih memahami dan menaati peraturan setempat. Ia membagikan beberapa contoh nyata untuk menunjukkan konsekuensi serius dari pelanggaran hukum yang terjadi. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah praktik prostitusi terselubung di kalangan PMI, yang sering kali melibatkan mucikari dari kalangan PMI sendiri. Para mucikari ini memanfaatkan ketidakberdayaan rekan-rekan PMI mereka, yang akhirnya diperjualbelikan dalam situasi yang menindas.

Di sisi lain, Kombespol Bambang juga menyoroti tindakan melanggar hukum yang dilakukan atas nama solidaritas antar sesama PMI. Beberapa kelompok di komunitas PMI, atas dasar solidaritas, melakukan aksi seperti penggerebekan, persekusi, hingga penyekapan terhadap sesama PMI. Tindakan ini sebenarnya bukanlah wewenang mereka, dan justru dapat menjerumuskan mereka pada masalah hukum yang merugikan.

Beliau mengimbau semua PMI untuk lebih proaktif mencari informasi tentang hukum dan peraturan di negara tempat bekerja serta mengingatkan pentingnya selalu berkoordinasi dengan KBRI atau Konsulat saat menghadapi masalah hukum. Dengan memahami peraturan dan tetap berkomunikasi dengan pihak yang berwenang, PMI diharapkan dapat bekerja dengan lebih aman dan terhindar dari masalah yang tak diinginkan.

 

Atase Hukum hanya sebatas pendampingan 

Sejalan dengan Atase Polisi, Atase Hukum KBRI Riyadh, Dr. Erianto Nazarlis, SH, MH, menekankan pentingnya pemahaman mendalam akan konstruksi dan budaya hukum di Arab Saudi. Beliau mengajak audiens untuk menghayati prinsip “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” yang mengingatkan setiap PMI untuk menghormati dan mematuhi hukum serta adat istiadat setempat.

Dr. Erianto menjelaskan bahwa Arab Saudi menerapkan hukum Islam yang ketat, dan mekanisme penyelesaian sengketa di sini berbeda signifikan dengan sistem hukum di Indonesia. Dalam menghadapi masalah hukum, KBRI melalui Atase Hukum hanya berperan dalam pendampingan, advokasi, dan penghubung dengan otoritas setempat untuk memastikan PMI atau WNI mendapatkan perlakuan yang adil sesuai hukum negara penempatan. KBRI tidak dapat serta merta melakukan pembelaan apalagi mengambil alih kasus yang melibatkan WNI/PMI.

Beliau juga menekankan bahwa pemahaman hukum dan budaya setempat bukan hanya untuk menghindari masalah, tetapi juga menunjukkan rasa hormat dan kemampuan beradaptasi. Pengetahuan ini akan membantu PMI menjalani kehidupan dan pekerjaan mereka di Arab Saudi dengan lebih aman dan nyaman.

Selain memberikan panduan praktis dan contoh nyata untuk menavigasi sistem hukum di Arab Saudi, Dr. Erianto mendorong PMI untuk selalu mencari informasi yang akurat dan berkonsultasi dengan KBRI atau Konsulat jika menghadapi masalah hukum. Hal ini penting agar PMI lebih siap dan terhindar dari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan masalah serius.

Beliau juga mengingatkan bahwa setiap tindakan PMI di luar negeri mencerminkan negara asal mereka. Oleh karena itu, penting bagi PMI untuk menjaga sikap dan perilaku yang baik serta mematuhi hukum yang berlaku di negara penempatan.

 

Pelindungan Warga oleh KPW

Berbeda dengan Atase Hukum dan Atase Polisi, Pak Mahendra, selaku Koordinator Pelindungan Warga (KPW), memberikan pembaruan terkini tentang aduan dan penanganan kasus oleh KBRI. Beliau mengungkapkan bahwa jumlah kasus yang ditangani KBRI saat ini telah mencapai lebih dari 2.000 kasus, sementara kapasitas KBRI sangat terbatas dengan hanya sekitar 8 staf yang bertanggung jawab menangani ribuan kasus tersebut.

Pak Mahendra juga menjelaskan bahwa berdasarkan data Imigrasi Arab Saudi per Februari 2023, terdapat 351.477 WNI di Arab Saudi. Namun, KBRI memperkirakan angka tersebut bisa mencapai tiga kali lipat dari data yang tersedia. Selain itu, tercatat ada 135.769 WNI dengan status overstayer.

Meskipun jumlah staf terbatas, Pak Mahendra menegaskan bahwa KBRI tetap berkomitmen untuk memberikan perlindungan dan bantuan terbaik bagi warga negara Indonesia di luar negeri. Beliau mengajak semua pihak untuk lebih proaktif dalam melaporkan masalah dan mencari bantuan, serta bekerja sama dengan KBRI agar setiap kasus dapat ditangani dengan cepat dan tepat.

Dengan semangat kolaborasi dan dukungan dari seluruh komunitas, diharapkan perlindungan serta kesejahteraan WNI di luar negeri dapat terus ditingkatkan, meski menghadapi berbagai tantangan dan keterbatasan.

 

Bekal Perlindungan yang Lengkap

Dari paparan para atase KBRI di atas, kita dapat merangkum tiga Prinsip Utama Perlindungan WNI dengan mengacu pada Permenlu 05 Tahun 2018 yang harus kita pahami dan terapkan:

  1. Mengedepankan Pihak-Pihak yang Bertanggung Jawab
    Prinsip ini menekankan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam perlindungan WNI harus menjalankan tanggung jawabnya dengan baik, termasuk pemerintah, perwakilan diplomatik, dan pihak-pihak terkait lainnya. Peran ini menegaskan pentingnya kerja sama dari semua pihak demi memastikan keselamatan dan kesejahteraan WNI.
  2. Pemerintah Tidak Mengambil Alih Tanggung Jawab Pidana maupun Perdata
    Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan pendukung dalam perlindungan hukum, tetapi tidak bertanggung jawab atas kasus pidana atau perdata yang dihadapi WNI. Setiap WNI harus tetap bertanggung jawab atas tindakan mereka sesuai hukum yang berlaku di negara setempat.
  3. Sesuai dengan Hukum Nasional, Hukum Negara Setempat, dan Kebiasaan Internasional
    Perlindungan WNI dilakukan dengan berpedoman pada hukum nasional Indonesia, hukum negara tempat WNI berada, serta kebiasaan internasional. Prinsip ini memastikan perlindungan yang diberikan sesuai standar hukum yang berlaku dan diakui secara internasional.

Dengan memahami dan menerapkan ketiga prinsip ini, WNI diharapkan merasa lebih aman dan terlindungi selama berada di luar negeri. Pemerintah dan perwakilan diplomatik terus berupaya memberikan perlindungan terbaik; namun, kesadaran dan kerja sama dari WNI juga sangat penting untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan diri mereka.

Author : Ari Mustarinudin
11-11-2024 22:32 WAS